Senin, 13 Mei 2013

pengertian sizing (pbg)





Sizing merupakan proses pengelompokan material, ternagi dalam dua cara ; screening, yaitu proses pengelompokan material berdasarkan ukuran lubang ayakan sehingga ukurannya seragam dan classifying, yaitu proses pengelompokan material mendasarkan pada kecepatan jatuh material dalam suatu media (air atau udara), dipengaruhi oleh densitas, volume dan bentuk material.

A. Screening
Tujuan dilakukannya screening adalah :
1. Mempertinggi kapasitas unit operasi lainnya
2. Mencegah terjadinya over crushing atau over grinding
3. Memenuhi permintaan pasar
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan materian untuk menerobor ukuran ayakan adalah :
1. Ukuran bukaan ayakan
Semakin besar diameter lubang bukaan akan semakin banyak material yang lolos.
2. Ukuran relatif partikel
Material yang mempunyai diameter yang sama dengan panjangnya akan memiliki kecepatan dan kesempatan masuk yang berbeda bila posisinya berbeda, yaitu yang satu melintang dan lainnya membujur.
3. Pantulan dari material
Pada waktu material jatuh ke screen maka material akan membentur kisi-kisi screen sehingga akan terpental ke atas dan jatuh pada posisi yang tidak teratur.
4. Kandungan air

kominusi


Kominusi adalah proses mereduksi ukuran butir atau proses meliberasi bijih. Yang dimaksud dengan proses meliberasi bijih adalah proses melepaskan bijih tersebut dari ikatnnya yang merupakan gangue mineral dengan menggunakan alat crusher atau grinding mill. Kominusi terbagi dalam 3 tahap, yaitu primary crushing, secondary crushing dan fine crushing.

A. Primary Crushing
Merupakan tahap penghancuran yang pertama, dimana umpan berupa bongkah-bongkah besar yang berukuran +/- 84 x 60 inchi dan produkta berukuran 4 inchi. Beberapa alat untuk primary crushing antara lain :
1. Jaw Crusher
Alat ini mempunyai dua jaw, yang satu dapat digerakkan (swing jaw) dan yang lainnya tidak bergerak (fixed jaw). Berdasarkan porosnya jaw crusher terbagi dalam dua macam :
a. Blake Jaw Crusher, dengan poros di atas
b. Dodge Jaw Crusher, dengan poros di bawah
Perbandingan Dodge dengan Blake Jaw Crusher, yaitu :
a. Ukuran produkta pada Blake Jaw lebih heterogen dibandingkan dengan Dodge Jaw yang relatif seragam
b. Pada Blake Jaw porosnya di atas sehingga gaya yang terbesar mengenai partikel yang terkecil
c. Pada Dodge Jaw porosnya di bawah sehingga gaya yang terbesar mengenai partikel yang terbesar sehingga gaya mekanis dari Dodge Jaw lebih besar doibandingkan dengan Blake Jaw
d. Kapasitas Dodge Jaw jauh lebih kecil dari Blake Jaw pada ukuran yang sama
e. Pada Dodge Jaw sering terjadi penyumbatan
Istilah-istilah pada Jaw Crusher, antara lain :
a. Setting Block, bagian dari jaw crusher untuk mengatur agar lubang ukuran sesuai dengan yang dikehendaki. Bila setting block dimajukan, maka jarak antara fixed jaw dengan swing jaw menjadi lebih pendek atau lebih dekat, dan sebaliknya.
b. Toggle, bagian dari jaw crusher yang berfungsi untuk mengubah gerakan naik turun menjadi maju mundur
c. Pitman, berfungsi untuk merubah gerakan berputar dari maju mundur menjadi gerakan naik turun
d. Swing Jaw, bagian dari jaw crusher yang dapat bergerak akibat gerakan atau dorongan toggle
e. Fixed Jaw, bagian dari jaw crusher yang tidak bergerak/diam
f. Mouth, bagian mulut jaw crusher yang berfungsi sebagai lubang penerimaan umpan
g. Throat, bagian paling bawah yang berfungsi sebagai lubang pengeluaran
h. Gate, adalah jarak mendatar pada mouth
i. Set, adalah jarak mendatar pada throat
j. Closed Setting, adalah jarak antara fixed jaw dengan swing jaw pada saat swing jaw ekstrim ke depan
k. Open Setting, adalah jarak antara fixed jaw dengan swing jaw pada saat swing jaw ekstrim ke belakang
l. Throw, selisih jarak pelemparan antara open setting dengan close setting
m. Nip Angle, sudut yang dibentuk dengan garis singgung yang dibuat melalui titik singgung antara jaw dengan batuan
Khusus untuk gape adalah jarak mendatar pada mouth yang diukur pada bagian mouth dimana umpan yang dimasukkan bersinggungan dengan mouth. Jadi besarnya gape selalu berubah-ubah menurut besarnya umpan.
Pecahnya batuan dari jaw crusher karena adanya :
a. Daya tahan batuan lebih keci dari gaya yang menekan
b. Nip angle
c. Resultante gaya yang arahnya ke bawah
Gaya-gaya yang ada pada jaw crusher, adalah :
a. Gaya tekan (aksi)
b. Gaya gesek
c. Gaya gravitasi
d. Gaya yang menahan (reaksi)
Arah-arah gaya tergantung dari kemiringan atau sudutnya. Resultante gaya akhir arahnya harus ke bawah, yang berarti material itu dapat dihancurkan. Tapi jika gaya itu arahnya ke atas maka material itu hanya meloncat-loncat ka atas saja.
Faktor-faktor yangmempengaruhi efisiensi jaw crusher :
a. Lebar lubang bukaan
b. Variasi dari throw
c. Kecepatan
d. Ukuran umpan
e. Reduction ratio (RR)
f. Kapasitas yang dipengaruhi oleh jumlah umpan per jam dan berat jenis umpan
Reduction ratio merupakan perbandingan antar ukuran umpan dengan ukuran produk. Reduction ratio yang baik untuk ukuran primary crushing adalah 4 – 7, sedangkan untuk secondary crushing adalah 14 – 20 dan fine crushing (mill) adalah 50 -100.
Terdapat empat macam reduction ratio, yaitu :
a. Limiting Reduction Ratio
Yaitu perbandingan antara tebal/lebar umpan dengan tebal/lebar produk
LRR = tF/tP = wF/wP
dimana :
tF = tebal umpan
tP = tebal produk
wF = lebar umpan
wP = lebar produk
b. Working Reduction Ratio
Perbandingan antara tebal partikel umpan (tF) yang terbesar dengan efective set (Se) dari crusher.
WRR = tF/Se
c. Apperent Reduction Ratio
Perbandingan antara effective gate (G) dengan effective set (So)
ARR =0,85G/So
d. Reduction Ratio 80 (R80)
Perbandingan antara lubang ayakan umpan dengan lubang ayakan produk pada kumulatif 80%.
Kapasitas jaw crusher dipengaruhi oleh :
a. Gravitasi
b. Kekerasan material
c. Keliatan material
d. Kandungan air/kelembaban
Menurut Taggart, kapasitas jaw crusher dinyatakan dalam suatu rumus empiris :
T = 0,6 LS
dimana : T = kapasitas, ton/jam
L = panjang dari lubang penerimaan
S = lebar dari lubang pengeluaran

2. Gyratory Crusher
Crusher jenis ini mempunyai kapasitas yang lebih besar jika dibandingkan dengan jaw crusher. Gerakan dari gyratory crusher ini berputar dan bergoyang sehingga proses penghancuran berjalan terus menerus tanpa selang waktu. Berbeda dengan jaw crusher yang proses penghancurannya tidak continue, yaitu pada waktu swing jaw bergerak ke belakang sehingga ada material-material yang tidak mengalami penggerusan.
Macam-macam gyratory crusher :
a. Suspended Spindel Gyratory Crusher
b. Pararell Pinch Crusher
Perbedaan utama jenis ini dari suspended spindel, terletak pada gerakan crushing head-nya. Gerakan crushing head pada prarell pinch menghasilkan bentuk cone yang tajam dengan puncak dalam keadaan menggantung sehingga menghasilkan gerakan berputar yang dapat menghancurkan umpan sepanjang daerah permukaan crushing head.

pengertian KOMINUSI

Kominusi adalah proses mereduksi ukuran butir atau proses meliberasi bijih. Yang dimaksud dengan proses meliberasi bijih adalah proses melepaskan bijih tersebut dari ikatnnya yang merupakan gangue mineral dengan menggunakan alat crusher atau grinding mill. Kominusi terbagi dalam 3 tahap, yaitu primary crushing, secondary crushing dan fine crushing.

A. Primary Crushing
Merupakan tahap penghancuran yang pertama, dimana umpan berupa bongkah-bongkah besar yang berukuran +/- 84 x 60 inchi dan produkta berukuran 4 inchi. Beberapa alat untuk primary crushing antara lain :
1. Jaw Crusher
Alat ini mempunyai dua jaw, yang satu dapat digerakkan (swing jaw) dan yang lainnya tidak bergerak (fixed jaw). Berdasarkan porosnya jaw crusher terbagi dalam dua macam :
a. Blake Jaw Crusher, dengan poros di atas
b. Dodge Jaw Crusher, dengan poros di bawah
Perbandingan Dodge dengan Blake Jaw Crusher, yaitu :
a. Ukuran produkta pada Blake Jaw lebih heterogen dibandingkan dengan Dodge Jaw yang relatif seragam
b. Pada Blake Jaw porosnya di atas sehingga gaya yang terbesar mengenai partikel yang terkecil
c. Pada Dodge Jaw porosnya di bawah sehingga gaya yang terbesar mengenai partikel yang terbesar sehingga gaya mekanis dari Dodge Jaw lebih besar doibandingkan dengan Blake Jaw
d. Kapasitas Dodge Jaw jauh lebih kecil dari Blake Jaw pada ukuran yang sama
e. Pada Dodge Jaw sering terjadi penyumbatan

Istilah-istilah pada Jaw Crusher, antara lain :
a. Setting Block, bagian dari jaw crusher untuk mengatur agar lubang ukuran sesuai dengan yang dikehendaki. Bila setting block dimajukan, maka jarak antara fixed jaw dengan swing jaw menjadi lebih pendek atau lebih dekat, dan sebaliknya.
b. Toggle, bagian dari jaw crusher yang berfungsi untuk mengubah gerakan naik turun menjadi maju mundur
c. Pitman, berfungsi untuk merubah gerakan berputar dari maju mundur menjadi gerakan naik turun
d. Swing Jaw, bagian dari jaw crusher yang dapat bergerak akibat gerakan atau dorongan toggle
e. Fixed Jaw, bagian dari jaw crusher yang tidak bergerak/diam
f. Mouth, bagian mulut jaw crusher yang berfungsi sebagai lubang penerimaan umpan
g. Throat, bagian paling bawah yang berfungsi sebagai lubang pengeluaran
h. Gate, adalah jarak mendatar pada mouth
i. Set, adalah jarak mendatar pada throat
j. Closed Setting, adalah jarak antara fixed jaw dengan swing jaw pada saat swing jaw ekstrim ke depan
k. Open Setting, adalah jarak antara fixed jaw dengan swing jaw pada saat swing jaw ekstrim ke belakang
l. Throw, selisih jarak pelemparan antara open setting dengan close setting
m. Nip Angle, sudut yang dibentuk dengan garis singgung yang dibuat melalui titik singgung antara jaw dengan batuan
Khusus untuk gape adalah jarak mendatar pada mouth yang diukur pada bagian mouth dimana umpan yang dimasukkan bersinggungan dengan mouth. Jadi besarnya gape selalu berubah-ubah menurut besarnya umpan.

pengertian HTS (high tension separator)


High Tension Separator (HTS)

HTS adalah alat pemisahan mineral berdasarkan sifat listrik (konduktifitas) yang dimiliki mineral-mineral, hasil yang didapat dari mineral-mineral ini adalah konduktor, middling dan non konduktor.
         1.   Bagian-bagian HTS
       a.   “Ionizer Electroda” adalah elektrode yang berbentuk kawat halus. Fungsinya menimbulkan ‘corona’ adalah pelepasan muatan listrik yang dapat memberikan muatan listrik yang dikehendaki pada mineral yang akan dipisahkan. ‘Corona’ ini spesifik pada medan listrik yang sangat homogen. Untuk menimbulkan medan listrik yang non homogen ini maka dibuat diameter “Ionizer Electrode” jauh lebih kecil dari rotor.
     b.   “Deviason Electroda”, berbentuk silinder yang fungsinya untuk menimbulkan medan listrik statis. Jarak antara “Deviason Electroda” dan “Ionizer Electroda” adalah tetap, dihubungkan dengan suatu sambungan konduktor.
        c.   Rotor, berbentuk silinder yang berdiameter lebih besar dari “Deviason Electroda” dan dapat berputar. Panjang dan diameter menentukan kapasitasnya. Rotor merupakan electrode positif karena dalam operasinya dihubungkan dengan tanah.
    d.   Splitter, untuk memotong lintasan butiran mineral yang keluar dari medan listrik statis, sehingga diperoleh hasil konduktor, middling dan non konduktor, pengukuran jarak splitter dilakukan terhadap garis tengah yang dilalui rotor.
Hal-hal yang berpengaruh pada bagian-bagian HTS
a. Kecepatan putaran Rotor
Mempengaruhi gerakan mineral melalui gaya centrifugal yang dihasilkan pada putarannya, dimana mineral dengan berat jenis lebih besar akan terlempar lebih jauh dari posisi rotor.
b. Ukuran diameter Elektrode
Ukuran diameter "ionizer electrode" terhadap "deviation electrode" berpengaruh pada intensitas medan listrik. Medan listrik yang menimbulkan "lifting effect" dan "pinning effect", yang berpengaruh pada perolehan mineral non konduktor, midling dan konduktor.
c. Kedudukan Splitter
Kedudukan splitter pertama dan kedua berpengaruh pada perolehan feed berkadar non konduktor, middling, dan konduktor. Untuk mendapatkan kasiterit dan mineral konduktor berharga lainnya dengan kadar tinggi, maka kedudukan splitter kedua harus dibuat lebih jauh dari splitter pertama.
3. Mekanisme Pemisahan
Feed yang masih panas jatuh merata pada rotor yang berputar, lalu mineral memasuki ‘corona’ antara elektrode dan rotor dimana terjadi pemberian muatan listrik. Untuk mineral yang bersifat konduktor muatan yang menempel pada permukaannya diteruskan pada rotor yang ditanahkan, lalu cenderung jatuhnya menjauhi rotor (hasil konduktor). Sedangkan untuk mineral yang bersifat non konduktor muatan yang diterimanya tidak diteruskan dan tetap melakat pada rotor, jatuh ke hasil non konduktor. Hasil middling adalah mineral yang jatuhnya antara hasil konduktor dan hasil non konduktor. Mekanisme pemisahan HTS pada gambar 2.


                                                                GAMBAR 2
                                         MEKANISME PEMISAHAN PADA HTS
B. Perilaku butiran mineral di dalam medan listrik akibat keadaan electrode yang berbeda
1. Lifting Effect.
         Keadaan ini terjadi akibat ukuran dari diameter "Ionizer Electrode" besar. "Lifting effect" merupakan perbandingan gaya listrik dan gaya sentrifugal.                                   
Sifat-sifat "lifting effect" adalah :
a. Tergantung dari mineral untuk menerima muatan listrik pada permukaannya.
b. Untuk mineral yang konduktifitasnya sama tetapi "afinitet" terthadap muatan listrik pada permukaan berbeda.
c. Tingkat pemisahan rendah, 10%-20%.
d. Terpengaruh oleh temperature.
e. Interval voltase yang digunakan, 0-20000 volt.
          
                                 
GAMBAR 3
PERISTIWA LIFTING EFFECT PADA ALAT PEMISAHAN LISTRIK

2. Pinning effect
Keadaan ini terjadi akibat dari ukuran diameter "Ionizer Electroda" yang kecil. "Pinning Effect" merupakan perbandingan gaya image dan gaya sentrifugal.
Sifat-sifat "pinning effect" adalah :
a. Muatan permukan dari konduktor yang lemah.
b. Pemisahan mineral berdasrkan perbedaan hantaran listrik.
c. Tingkat pemisahan tinggi, 80% - 95%. Banyaknya pengulangan proses 20%-40%.
d. Tidak dipengaruhi oleh temperature.
e. Interval voltase yang digunakan, 0 - 30000 volt.

                                                                   GAMBAR 4
                        PERISTIWA PINNING EFECT PADA ALAT PEMISAHAN LISTRIK
3. Pengaruh "Pinning effect" yang sangat kuat pada HTS
      Keadaan ini terjadi akibat dari "deviation elektrode " dan "Ionier Electroda" merupakan garis lurus dengan titik tengah dari rotor. Maka pengaruh listrik sangat kuat.

GAMBAR 5
PERISTIWA PINNING EFEECT YANG SANGAT KUAT
Sifat-sifat "pinning effect" yang sangat kuat adalah :
a. Pengaruh listrik sangat kuat, bahkan akan menarik mineral konduktor dengan kuat bila tidak ada pengontrolan.
b. Pemisahan hanya berdasarkan perbedaan hantaran listrik.
c. Tingkat pemisahan tinggi, 85% - 98%, pengulangan proses adalah  20 % - 40%.
d.Tidak dipengaruhi temperature.
e. Interval voltase yang digunakan, 0 - 50000 volt
a.   Kecepatan putaran rotor
         Kecepatan putaran rotor akan menimbulkan gaya centrifugal pada butiran mineral, untuk butiran mineral yang sama ukurannya apabila tidak ada gaya listrik akan jatuh menurut susunan berat jenisnya. Yang mempunyai berat jenis paling besar akan terlempar paling jauh dari rotor dan mineral yang mempunyai berat jenis paling ringan akan terlempar paling dekat dari rotor. Maka dengan demikian untuk mengolah butiran mineral yang mempunyai butiran kasar putaran rotornya sebaiknya harus lebih lambat dibandingkan dengan ukuran butiran yang lebih halus.
b.   Kuat tegangan listrik
         Untuk melihat pengaruh kuat tegangan listrik dilakukan dengan cara, variabel lain yang tetap dan jarak elektrode terhadap rotor juga tetap. Apabila dilakukan putaran rotor tanpa diberi tegangan maka sebagain besar butiran mineral akan masuk ke dalam konsentrat (konduktor). Pada pemberian arus listrik yang semakin tinggi maka akan terlihat pengaruh "pinning effect" yang lebih dominan, akibatnya kadar konduktor akan naik.
c.   Kedudukan splitter
         Untuk mendapatkan konduktor dengan kadar tinggi maka splitter kedua harus dibuat lebih jauh, sedangkan untuk mendapatkan non konduktor yang lebih bersih jarak splitter pertama lebih dekat dari rotor. Pengaturan jarak splitter dibatasi hasil middling yang diusahakan serendah mungkin.
d.   Kedudukan Elektrode
         Posisi elektrode relatif terhadap permukaan rotor, posisi ini merupakan faktor yang sangat penting di dalam mengontrol intensitas medan listrik. Antara elektrode kawat dengan rotor terdapat suatu jarak kritis, yaitu jarak terdekat. Di bawah jarak ini percobaaan tidak boleh dilakukan karena timbul bunga api listrik, clan kawat dapat putus.
Pengaruh keadaan Feed
a.   Pengaruh temperature
         Temperatur ini berhubungan dengan kelembaban udara, mineral non konduktor dapat bersifat konduktor karena dilapisi uap air. Dalam keadaan lembab butiran mineral akan bersifat konduktor iebih besar. Pemanasan dilakukan terhadap butiran mineral dengan temperature ± 150°C.
b.   Ukuran butir
         Butiran mineral kasar pengaruh gaya gravitasi dan gaya sentrifugal lebih dominan, butiran mineral halus gaya listrik yang lebih dominan.
c.   Kecepatan feed
         Apabila variabel-variabel tetap, dengan kecepatan feed yang makin besar akan diperoleh konduktor dengan recovery dan kadar yang rendah.
d.   Kadar feed
         Apabila variabel-variabel lain tetap, dengan kadar feed yang makin besar akan dihasilkan kadar dan recovery yang besar pula.
Karakteristik Butiran Mineral
         Untuk melihat bagaimana karakteristik dari butiran mineral terutama sifat listriknya pada alat HTS, maka di sini diambil contoh butiran mineral yang mempunyai muatan negative (-q), dalam kondisi di antara dua kutub.
         Butiran mineral akan jatuh menurut lintasan y' yang menyimpang dari lintasan gravitasi y, oleh karena adanya gaya tarik listrik. Jika butiran mineral tersebut adalah sebuah konduktor, akan mengalami induksi listrik. Muatan -q akan bertambah, tetapi bersamaan dengan itu di ujung lainnya dari butiran mineral akan timbul muatan positif (+q) sebesar pertambahan muatan negative y'. Jadi dalam hal ini, konduktor atau non konduktor dengan muatan yang sama akan melalui lintasan yang sama dengan penyimpangan sebesar ∆x.


GAMBAR 6
BUTIRAN MINERAL BERMUATAN NEGATIF JATUH ANTARA DUA KUTUB
         Keberhasilan pemisahan menggunakan HTS ini harus memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu :
1.   Gaya-gaya yang bekerja dan berpengaruh
a.   Gaya Listrik
Mempengaruhi gerakan mineral bermuatan menuju electrode.
b.   Gaya Image
Mempengaruhi gerakan mineral bermuatan menuju rotor.
c.   Gaya Centrifugal
Mempengaruhi gerakan mineral berukuran tertentu (20-40 mesh) mendekati atau menjauhi rotor.
d.   Gaya Gravitasi
Mempengaruhi gerakan mineral dengan berat jenis tertentu menuju media penampung.
2.   Keadaan Feed
a.   Pengaruh Temperatur
Berhubungan dengan kelembapan udara, jika butiran mineral dalam keadaan lembab, maka mineral tersebut akan cenderung bersifat konduktor dan akan mempengaruhi kualitas perolehan mineral yang dinginkan.
b.   Ukuran Butir
Ukuran butiran mineral berpengaruh pada efek gaya yang terj adi, butiran kasar gaya gravitasi dan centrifugalnya lebih dominant sedangkan butiran lebih halus gaya listrik lebih dominan mempengaruhinya.
c.   Kadar Feed
Pengaruhnya jika variable yang lainnya tetap, dengan masukan kadar feed yang makin besar, maka akan dihasilkan kadasr dan recovery yang besar.
         Dengan mengetahui karakteristik dari butiran mineral dan karakteristik peralatan yang mempengaruhi pemisahan pada HTS, maka hal ini akan sangat membantu dalam keberhasilan proses pemisahan menggunakan HTS. Dalam keadaan pengaturan vartiabel yang tepat seperti diuraikan sebelumnya, mineral bersifat konduktor akan terpisah dengan baik dengan mineral yang bersifat non konduktor. Pada praktek penggunaan HTS akan dihasilkan middling. Midling merupakan hasil dari HTS yang jatuh antara hasil konduktor dan hasil non konduktor, middling dibagi atas :
1.   "Gravitational Midling", terdiri dari butiran mineral yang belum sempat dipengaruhi "corona" atau dipengaruhi medan listrik static.
2.   "Ionicall Charge Midling", terdiri dari butiran mineral yang sudah dipengaruhi "corona", tetapi belurn sempat dipengaruhi oleh medan listrik static dengan sempurna.

pengertian dewatering


Dewatering adalah proses penurunan muka air tanah selama Konstruksi berlangsung selain itu juga diperuntukkan pencegahan kelongsoran akibat adanya aliran tanah pada galian atau bisa dipaparkan sebagai proses pemisahan antara cairan dengan padatan.

Proses dewatering tidak dapat dilakukan sekaligus, tetapi harus secara bertahap, yaitu dengan jalan :
1. Thickening, Yaitu merupakan proses pemisahan antara padatan dengan cairan yang mendasarkan atas kecepatan mengendap partikel atau mineral tersebut dalam suatu pulp sehingga solid factor yang dicapai sama dengan satu (% solid = 50%)
2. Filtrasi, Adalah merupakan proses pemisahan antara padatan dengan cairan jalan
menyaring (dengan filter) sehingga didapat solid factor sama dengan empat (% solid = 100%).
3. Drying, Adalah proses penghilangan air dari padatan dengan jalan pemanasan,
sehingga padatan itu betul-betul bebas dari cairan atau kering (% solid = 100%).

Tujuan diadakannya proses dewatering antara lain adalah untuk:
1. Mencegah rembesan
2. Memperbaiki kestabilan tanah
3. Mencegah pengembungan tanah
4. Memperbaiki karakteristik dan kompaksi tanah terutama dasar
5. Pengeringan lubang galian
6. Mengurangi tekanan lateral

Selain itu, terdapat faktor penentu dalam pemilihan dewatering antara lain:
1. Sifat tanah
2. Air tanah
3. Ukuran dan dalam galian
4. Daya dukung tanah
5. Kedalam dan tipe pondasi
6. Design dan fungsi dari struktur
7. Rencana pekerjaan
Keuntungan dan kerugian dilakukannya proses Dewatering:

Keuntungan :
1. Muka air tanah turun
2. Longsor kurang
3. Lereng lebih curam
4. Tekan tanah berkurang

Kerugian :
1. Mata air sekeliling turun
2. Permukaan tanah turun

Jenis dewatering dilihat dari waktu dan kegunaannya dapat dikelompokkan menjadi :
1. Dewatering sementara
2. Dewatering tetap/sementara

Metode dewatering
1. Metode pemompaan terbuka
2. Metode alur dangkal
3. Metode predrainase
4. Metode cut off
5. Metode osmose elektries

flotasi


Flotasi

I.1 Flotasi
I.1.1 Pengertian Flotasi
Flotation (flotasi) berasal dari kata float yang berarti mengapung atau mengambang. Flotalasi dapat diartikan sebagai suatu pemisahan suatu zat dari zat lainnya pada suatu cairan/larutan berdasarkan perbedaan sifat permukaan dari zat yang akan dipisahkan, dimana zat yang bersifat hidrofilik tetap berada fasa air sedangkan zat yang bersifat hidrofobik akan terikat pada gelembung udara dan akan terbawa ke permukaan larutan dan membentuk buih yang kemudian dapat dipisahkan dari cairan tersebut. Secara umum flotation melibatkan 3 fase yaitu cair (sebagai media), padat (partikel yang terkandung dalam cairan) dan gas (gelembung udara).

 Flotasi merupakan suatu cara konsentrasi kimia fisika untuk memisahkan mineral berharga dari yang tidak berharga, dengan mendasarkan atas sifat permukaan mineral yaitu senang tidaknya terhadap udara.
 Flotasi dilakukan dalam media air sehingga terdapat tiga fase, yaitu :
1. Fase padat
2. Fase cair
3. Fase udara
 Flotability adalah sifat kimia darimineral yaitu kekuatan mengapung mineral yang tergantung pada senang tidaknya terhadap udara. Terdapat dua macam jenis mineral, yaitu :
1. Polar, senang pada air (hydrofillic/aerophobic)
2. Non polar, senang pada udara (hydrophobic/aerofillic)
Dengan mendasarkan sifat mineral tersebut maka mineral yang satu dengan lainnya dapat dipisahkan dengan gelembung udara.

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam flotasi adalah :
1. Diameter partikel harus disesuaikan dengan butiran mineral
2. Persen solid yang baik 25% - 45% (pryor), 15% - 30% (gaudin)
3. Sudut kontak yang baik sekitar 60o – 90o, berarti usaha adhesinya besar sehingga udara dapat menempel pada permukaan mineral yang mengakibatkan mineral dapat mengapung. Sudut kontak merupakan sudut yan dibentuk antara gelembung udara dengan mineral pada suatu titik singgung. Sudut kontak mempengaruhi daya kontak antara bijih dengan gelembung udara. Untuk melepaskan gelembung dan mineral dibutuhkan usaha adhesi (Wum).
4. pH Kritis
pH kritis merupakan pH larutan yang mempengaruhi konsentrasi kolektor yang digunakan dalam pengapungan mineral. Pada gambar dibawah menunjukkan hubungan antara konsentrasi sodium diethyl dithiophosphate dan pH kritis. Mineral yang digunakan adalah pyrite, galena dan chalcophyrite. Konsentrasi kolektor tersebut dapat mengapungkan chalcophyrite dari galena pada pH 7 – 9, galena dari pyrite pada pH 4 – 6 dan chalcophyrite dari pyrite pada pH 4 – 9.
Faktor- faktor yang mempengaruhi flotation adalah ukuran partikel, pH larutan , surfaktan, dan bahan kimia yang lain, misalnya koagulan. Ukuran partikel yang besar membuat partikel tersebut cenderung untuk mengendap sehingga susah untuk terflotasi. Sedangkan pH yang tinggi partkel cenderung mengendap. Fungsi surfaktan adalah kolektor yang merupakan reagen yang memiliki gugus polar dan gugus non polar sekaligus. Kolektor akan mengubah sifat partikel dari hidrofil menjadi hidrofob. Sedangkan penambahan koagulan dapat mengakibatkan ukuran partikel-partikel menjadi lebih besar. Factor lain yang mempengaruhi flotasi adalah laju udara yang berfungsi sebagai pengikat partikel yang memiliki sifat permukaan hidrofobik, persen padatan, untuk flotasi pada partikel kasar dapat dilakukan dengan persen padatan yang besar demikian sebaliknya, besar laju pengumpanan yang berpengaruh terhadap kapasitas dan waktu tinggal. Laju udara pembilasan yang berfungsi untuk mengalirkan konsentrrat ke dalam lounder. Ketebalan lapisan buih dan ukuran gelembung udara juga mempengaruhi flotasi. 
I.1.2 Langkah-langkah Flotasi
1. Liberasi, analisis pendahuluan
Agar mineral terliberasi maka perlu dilakukan crushing atau grinding yang diteruskan dengan pengayakan atau classifying. Ini dimaksudkan agar ukuran butir mineral dapat seragam sehingga proses akan lebih sukses atau berhasil. Analisis pendahuluan dilakukan dengan menggunakan mikroskop sehingga dapat dilihat derajat liberasinya dan kadar dari mineral tersebut. Diupayakan dalam tahap ini juga dilakukan desliming, sebab slime akan mengganggu proses flotasi.
2. Conditioning
Yaitu membuat suatu pulp agar nantinya pulp tersebut dapat langsung dilakukan flotasi. Preparasi ini sebaiknya disesuaikan dengan liberasi dalam proses basah, maka conditioning juga harus dilakukan pada proses basah.Pada tahap pengkondisian, reagent yang diberikan adalah modifier, collector dan terakhir frother.
3. Proses flotasi
Proses ini ditandai dengan masuknya gelembung udara ke dalam pulp.
I.1.3 Macam sel flotasi
Sel flotasi berfungsi untuk menerima pulp dan dilakukan proses flotasi. Jenis sel mendasarkan atas pemasukan udara, adalah :
1.      Agitation Cell
Alat ini jarang digunakan, sebab adanya perkembangan dengan diketemukannya sub aeration cell. Udara masuk ke dalam cell flotasi karena putaran pengaduk.
2.      Sub Aeration Cell
udara masuk akibat hisapan putaran pengaduk. Alat ini paling praktis sehingga banyak digunakan.
3.      Pneumatic Cell
Alat ini jarang sekali yang menggunakan, udara langsung dihembuskan ke dalam cell
4.      Vacum and Pressure Cell
Udara masuk karena tangki dibuat vakum oleh pompa penghisap dan udara dimasukkan oleh pompa injeksi.
5.      Cascade Cell
Udara masuk karena jatuhnya mineral. Syarat cell adalah :
a. Pulp tidak mengandap (dilengkapi dengan alat agitasi)
b. Ada pengatur tinggi pulp
c. Ada daerah yang relatif tenang sehingga butiran yang menempel gelembung udara mudah naik ke permukaan
d. Konstruksi dibuat sehingga tidak terjadi short circuit
e. Mempunyai resirkulasi dan pengeluaran middling
f. Harus mempunyai penerimaan pulp dan pengeluaran busa yang menumpuk
g. Mempunyai permukaan bebas untuk gelembung-gelembng yang sudah mengandung mineral, sehingga tidak mempengaruhi agitasi
h. Harus dilengkapi dengan pengeluaran froth.




Mekanisme dan Prinsip Dasar Flotasi

Flotasi adalah proses konsentrasi mineral berharga berdasarkan perbedaan tegangan permukaan dari mineral didalam air (aqua) dengan cara mengapungkan mineral ke permukaan.
Beberapa jenis partikel yang tercampur dapat dipisahkan salah satu jenisnya dari campurannya atau bila memungkinkan dan dapat terpisah keseluruhan jenis sehingga dapat terkonsentrasi dari tiap – tiap jenis. Pemisahan dari partikel – partikel dalam flotasi ini ditunjukkan oleh penentuan kontak antara tiga fasa, yaitu fasa partikel padat yang akan diapungkan, larutan aqua elektrolit, dan gas ( biasanya dipakai udara ) hampir semua zat anorganik dapat dibasahi oleh fasa aqua. Oleh karena iu langkah pertama dalam flotasi adalah menggantikan sebagian dari antar fasa padat-cair menjadi antara fasa padat-gas. Sebagian hasilnya didapat bahwa permukaan partikel akan menjadi pobi air (hidropobik). Flotasi dari mineral – mineral umumnya dibagi atas dua bagian yaitu :
  1. flotasi mineral – mineral logam (metallic minerals) umumnya mineral – mineral sulfida.
  2. fotasi mineral – mineral bukan logam ( non metallic minerals ), meliputi logam – logam oksida, silikat, sulfat, karbona, halit dan fosfat , juga felsfar, garnet, muskovit, batu semen, fluosfar dan lain-lain.
Mekanisme flotasi didasarkan pada adanya pertikel mineral yang dibasahi (hidropilik) dengan partikel mineral yang tidak dibasahi (hidropobik). Partikel – partikel yang basah tidak mengapung dan cenderung tetap berada dalam fasa air. Di lain pihak partikel – perikel hidropobik (tidak dibasahi) menempel pada gelembung , naik ke permukaan, membentuk buih yang membentuk partikel dan dipisahkan.
Secara garis besarnya pemisahan dengan cara flotasi dilakukan dengan menggunakan 2 tahap : yaitu tahap conditioning dan tahap pengapungan mineral (flotasi). Pada tahap conditioning bertujuan untuk membuat suatu mineral tertentu bersifat hidropobik dan menpertahankan mineral lainnya bersifat hidropilik. Pada tahap conditioning ini ini kedalam pulp dimasukkan beberapa reagen flotasi. Sedangakan pada tahap flotasi atau aerasi adalah tahap pengaliran udara kedalam pulp secara mekanis baik agitasi maupun injeksi udara.
A.     Reagen Flotasi
Agar proses flotasi dapat berlangsung maka diperlukan reagen flotasi. Penggunaan reagen flotasi ini tidak dimaksudkan untuk mengubah sifat – sifat kimia dari partikel tersebut tetapi hanya mengubah sifat permukaan dengan menyerap ( adsorsi) reagen flotasi tersebut. Keberhasilan pemisahan mineral secara flotasi ditentukan oleh ketepatan penentuan reagen kimia yang digunakan. Secara garis besarnya reagen yang digunakan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : kolektor, modifier dan frother.
I. Kolektor
         Kolektor adalah senyawa organic yang ditambahkan kedalam pulp untuk mengubah permukaan mineral dari hidropilik menjadi hidropobik dengan proses penyerapan (adsorbsi). Klasifikasi dari kolektor berdasarkan sifat ionnya, yaitu kationik dan anionic umumnya kolektor dari golongan ini dipakai pada pekerjaan flotasi sulfide. Tetapi ini juga memungkinkan dipakai dalam pekerjaan flotasi mineral non sulfida . sedangkan kolektor kationic untuk flotasi non sulfide.  Dalam pemakaian harus diperhatikan mengenai jumlah kolektor. Kolektor yang digunakan bila digunakan terlalu sedikit tidak dapat mengapungkan mineral secara selektif, sedangkan bila terlalu banyak akan menghasilkan flotasi yang tidak terlalu baik.
Contoh Kolektor : Xanthate
                                      Asam oleik
                                      Thiokarbanilid  pemakaian : 25 – 100 g/t
2.  Modifier
     Modifier adalah reagen kimia yang diperlukan dalam proses flotasi untuk mengintensifkan selektifitas dari pekerjaan kolektor. Efek yang umum dihasilkan adalah menaikaan dan menurunkan hidropobisitas dari suatu permukaan partikel tertentu. Jenis modifier ini adalah PH regulator ( pengatur pH), activator, depresan dan dispersan.
pH regulartor adalah media yang digunakan untuk mengatur pH. Pengaturan pH dari pulp ini dilakukan dengan penabahan kapur, sodium karbonat, sodium hidroksida atau ammonium untuk menaikkannya dengan penambaahan sulfuric, sulfuros tau asam klorida
            Aktivator adalah suatu reagen yang digunakan dalam flotasi untuk meningkatkan kerja dari kolektor pada permukaan partikel mineral. Ini berarti bahwa reagen activator membantu untuk mengapungakan mineral pada saat proses flotasi. Depresan juga merupakan reagen kimia yang dipakai untuk melemahkan kerja dari kolektor terhadap permukaan partikel mineral dengan cara menyelimuti permukaan partikel sehingga tidak menempel pada gelembung udara. Dengan kata lain depresan adalah reagen flotasi yang membantu untuk menenggelamkan partikel mineral.
Contoh Depresan : ZnSO4 untuk menekan ZnS
      3.   Frother
            Frother (pembuih) akan terkonsentrasi pada antar muka udara dan air. Kehadiran froter pada fasa cair pada larutan reagen kimia yang dipakai dalam flotasi untuk membentuk buih atau busa. Reagen ini mempunyai permukaan yang aktif dan biasanya pada flotasi berguna untuk meningkatkan gelembung  udara dan menolong supaya gelembung menyebar. Ini berarti memperbaiki kondisi penempelan partikel mineral dan menaikaan stabilitas busa. Kontak antar mineral udara dan air dikenal dengan kontak tiga fasa dan sudut yang terbentuk antara mineral dengan antar muka udara-air yang diukur pada fasa air disebut dengan sudut kontak. Sudut kontak = 0, berarti permukaan padatan diselimuti air (hidropilik) dan sudut kontak = 1800 udara menutupi padatan. Sudut kontak sering digunakan sebagai ukuran kehidropobikan permukaan mineral.
            Pemakaian frother pada proses flotasi sangat penting dilihat dari fungsinya yaitu :
1. Frother mencegah perpaduan gelembung udara dan menjaga kestabilan gelembung untuk selama periode waktu yang cukup lama.
2. Lapisan frother pada kulit gelembung udara menaikkan ketahanan gelembung terhadap bermacam – macam ketahanan dari luar.
3.      lapisan  frother pada gelembung mengurangi kecepatan gelembung didalam pulp, sehingga kontak gelembung dengan mineral – mineral akan menimbulkan kondisi yang lebih baik yang menguntungkan proses flotasi.
Beberapa karateristik Frother:
1. Suatu substansi organik.
2. Molekulnya heteropolar terdiri dari satu atau lebih gugusan HC yang dihubungkan satu grup yang polar.
3. Kelarutannya tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil.
4. Tidak ter-ion.
5. Busa atau buih akan segera patah detelah berpindah dari sell flotasi.
6. Mempunyai aktivitas kimia yang lemah.
    Contoh Frother : MIBC = Methyl Isobutyl Carbinol
                                        Minyak pinus (kayu putih)
                                        Terpentin
                                Pemakaian : 5 – 100 g/t
B.  Flotasi Cell
Beberapa variabel yang mempengaruhi hasil flotasi dengan menggunakan flotasi cell adalah kecepatan pengaliran udara, gelas poros dari alat, densitas dari pulp, ukuran alat ( ketinggian kolom dari dasar sampai permukaan pulp) dan kondisi dari pulp (PH, adsorbsi, desorbsi). Dengan kondisi yang tertentu dari kecepatan aliran udara, ukuran atau diameter bukaan (P = opening) dari gelas poros menghasilkan gelembung udara dengan diameter yang kecil. Densitas dari pulp, volume dari pulp dan ukuran alat juga merupakan faktor variabel yang penting. Jika densitasnya terlalu tinggi, tabrakan antar partikel akan lebih besar dan kemungkinan penempelan partikel-partikel yang mengapung harus diapungkan. Salah satu faktor penentu dalam proses flotasi yang mempengaruhi kemampuan  flotasi dari mineral – mineral  adalah mesin flotasi perbaikan dari perencanaan impeller dan bentuk dari pada cell, dan beberapa harga parameter operasi seperti kecepatan impeller/konsumsi udara dan tenaga, memegang peranan penting. Setiap perusahaan mempunyai karakteristik tersendiri dalam merencanakan cell ini. Sebagai contoh ratio kedalaman dan panjang dari tank, jumlah sudut – sudut pada impeller dan ratio dari ketebalan impeller terhadap diameternya mempuinyai harga – harga berlainan.. Flotasi cell (flotation cell) dan flotasi cell mikro (mikro flotation cell)  merupakan contoh dari jenis alat flotasi. Untuk skala laboratorium alat flotasi yang digunakan adalah mikroself flotasi. Gambaran skematis dari flotasion cell ditunjukan pada gambar berikut ini.

Gambar
Flotation Cell
Pada proses flotasi mineral berharga bersama dengan reagen akan menempel pada gelembung udara naik kepermukaan sedangkan sisanya berupa pasir halus dan air laut ini disebut dengan tailing.